Review Indonesia vs Arab Saudi

selebrasi Boaz Solossa setelah mencetak gol
Timnas yang katanya terbaik ini akhirnya kalah 1-2 lawan Arab Saudi di lanjutan kualifikasi Piala Asia 2015. Kalau dilihat dari skor memang kita harusnya bangga hanya kalah tipis melawan tim langganan Piala Dunia dan tim top di Asia, tapi menurut saya seharusnya timnas bisa menang melawan Arab Saudi atau minimal imbang lah.

Bukannya mau sok tahu atau sok hebat, tapi menurut saya komposisi yang dipilih duet pelatih Rahmad Darmawan dan Jacksen F. Tiago kurang tepat terutama penempatan seorang M. Ridwan sebagai seorang attacking midfield yang seharusnya bisa menjadi penghubung antara gelandang dan striker karena Indonesia memainkan dua gelandang bertahan, Immanuel Wanggai dan Ponaryo Astaman, malah sering menghilang entah kemana pas timnas menyerang alhasil permainan timnas lebih sering melakukan long pass langsung ke pertahanan Arab Saudi walaupun pada awalnya sempat berhasil karena Indonesia berhasil mencuri gol di awal pertandingan lewat sang kapten Boaz Solossa hasil umpan dari Kurnia Meiga, iya Kurnia Meiga sang kiper timnas.

Penampilan yang tidak cukup bagus yang ditunjukkan oleh Immanuel Wanggai dan Ian Kabes di babak pertama kurang cepat direspon oleh pelatih, pergantian yang menurut saya sangat terlambat. Terbukti saat Ian Kabes digantikan oleh Greg Nwokolo serangan timnas lebih fokus dan berbahaya, sering kali Greg menusuk langsung ke pertahanan Arab Saudi dengan dribble yang sangat berani. Masuknya Ahmad Bustomi yang pada awalnya saya predikis bakal mengisi starting eleven timnas di akhir-akhir pertandingan sangat amat terlambat, mayoritas masyarakat Indonesia pecinta bola pasti setuju kalau Bustomi adalah gelandang bertahan terbaik yang dimiliki Indonesia saat ini.

Semua gol Arab Saudi berasal dari umpan di sisi kiri pertahanan Indonesia yang ditempati oleh Supardi, kalau menurut saya akan lebih baik kalau posisi tersebut diisi oleh Ruben Sanadi atau Raphael Maitimo, Sanadi lebih agresif dan Maitimo dengan posturnya yang tinggi besar bisa menghalau atau meminimalisasi umpan yang ada.

Entah kenapa saya lebih suka pas Indonesia dilatih Nil Maizar dengan skuad apa adanya dengan semangat tinggi walaupun pada akhirnya kalah juga pas melawan Iraq, dibandingkan dengan skuad timnas yang katanya terbaik kemarin, ini hanya pandangan pribadi saya sebagai supporter Timnas Indonesia.

Saya setuju dengan tulisan coach Timo Scheunemann di www[dot]bola[dot]net paragraf terakhir.
Semoga ke depan pengurus dan pejabat bisa menyanyikan lagu kebangsaan dari tempat yang telah disediakan (di tribun VVIP) dan bukan di lapangan, di samping pemain. Biarlah lapangan hijau menjadi arena pemain dan pelatih yang bebas dari politik.
Semua masyarakat Indonesia pasti menginginkan Timnas Indonesia menang, itu pasti. Mengutip dari tulisan Pangeran Siahaan.
Apa yang terjadi di akhir 90 menit nanti? Secara patologis kita sudah terbiasa untuk kalah, tapi kita selalu ingin melawan logika dengan berharap menang. Kita mengharapkan anomali. Kita mengharapkan kemenangan.
Maju terus Timnas Indonesia...

Tidak ada komentar :

Posting Komentar